Rabu, 27 April 2016
SANG HIJAU
Aku terlahir dengan penuh kenikmatan
Aku terlahir dengan kebanggan yang besar
Di kandung dan di manjakan oleh sang hijau
Di pelukannya
Dahagaku terpuaskan
Di dekapanya
Jiwaku tak kenal takut
Pijakanku membentang luas
Laskar Warna dan aroma bercampur
Bak melody yang menhadirkan harmoni
Suaramu bagaikan irama yang memanjakan raga
Nyiur yang melambai,
Menenangkan syahdu
Bagai rembulan di malam temaram
Lahan hijau yang membentang
Bak bintang di langin jagad
Ku terpesona dengan kecantikanmu
Wahai sang hijau
Bak susu yang segar
Embunmu menyejukkanku
Bak lantera yang terang
Fajarmu menuntunku
Terpaku aku dalam
Kekaguman
Kecantikan dan pesonamu
Begitu tinggi engkau berdiri
Membelah cakrawala
Berselimut awan
Beralaskan Zambrud
Marambah masuk ke dalam sanubariku
Kau memberi semuanya secara cuma-cuma
Dengan kemegahanmu engkau bediri mengahadapi setiap pemburu
Kau kuat kau indah dan kau merupakan dentingan lonceng
Yang membawaku ke surga
Kau dipuja kau dirindu
Kehangatanmu memanjakan setiap jiwa yang datang
Namun Kini....
Kulihat irisan kekecewaan dari batinmu
Tangisan kepedihan yang terasa menusuk kalbu
Rintihan kesakitan terdengar bak sangkakala terakhir
Dirimu yang dulu sempurna
Bersinar bak lantera dalam kegelapan
Dipuja akan kemegahanmu
Kini pudar dan redup
Ditinggalkan di tengah kekalutan
Mereka datang dengan sejuta ambisi
Merusakmu, mengambil kesempurnaanmu, meratakan pijakan sang khalik.
Dan pergi tanpa tau berterima kasih.
Melenggang seperti tak berdosa
Tertawa di balik topeng kemunafikan
Lupa akan siapa yang memuaskan mereka dari dahaga yang menyiksa
Akan siapa yang menjaga mereka di tengah bencana
Dengan mudahnya mereka menggantikanmu dengan pencakar semesta
Dengan mudahnya mereka menggantikanmu dengan besi dan bata
yang menari di atas rintihanmu
Menunjukkan kesombongam mereka yang menjadi-jadi
Tanpa mereka sadari mereka menanam racun
Tanpa mereka sadari mereka meletakkan lintah di dalam raga
Menyalakan api di dalam lumbung jerami
Namun mereka tetap buta akan semua itu, balok di mata mereka terlalu besar untuk disingkirkan
Engkau kesepian
Engkau dilupakan
Engkau dicampakkan
Terisak dalam kesendirian
Merintih dalam kesesakkan
Beribu abad mereka mempermainkanmu
Namun kau diam
Kau membisu dan tak membalas
Perlahan kau pergi dan menghilang dalam perih
Raga yang tidak lagi berjiwa hampa dan kosong
Tetapi mereka malah menari
Tertawa dalam kebutaan mereka
Mabuk akan hasrat dan egonya
Berdiri dengan kepala yang terangkat
Sombong...
Tetap tenang di balik dosa mereka
Tak sadar akan rantai yang perlahan melilitnya
Tak sadar akan lumpur yang perlahan menghisapnya
Sampai pada akhirnya...
Racun yang mereka tanam mulai tumbuh dan meresap dalam raganya
Lintah yang mereka letakkan perlahan mengisap setiap centi sukmanya
Api yang mereka nyalakan mulai melahap setiap sudut kehidupannya
Mereka kalut
Mereka takut
Lari
Hanya itu yang mereka pikirkan
Lari sambil membawa balok di mata mereka
Mencari tempat untuk sembunyi, namun kenihilanlah yang menyambut mereka
Tiba-tiba
Mereka teringat akan dirimu
Mereka teringat akan perasaan tenang saat berada bersamamu
Mereka teringat padamu yang selalu memuaskan dahaga mereka
Padamu yang menjadi obat dalam lara
Padamu yang menjadi anjungan dalam gelombang
Dengan wajah yang bercahaya mereka mencarimu
Dengan hati yang berbunga mereka mencarimu
Tetapi apakah yang mereka temui?
Kehampaan. Itulah yang ada di depan mereka
Balok matanya perlahan jatuh
Melihat dengan jelas kekosongan yang menghampar tak berujung
Engkau telah pergi engkau telah tiada
Engkau dan segala megamu sudah hilang dalam melody kekecewaan
Terduduk dengan mata berlinang
Tertunduk dengan dosa menggenang
Pahit, itulah rasa yang mengisi hati mereka
Serasa empedu yang meleleh memenuhi jiwa
Bisu dan tak mampu berkata-kata
Mereka terdiam dengan perasaan yang sulit dilukis
Merasakan kekecewaan yang dulu engkau rasakan
Perlahan mereka bangkit
Dengan pandangan yang lurus dan kepala terangkat
Menanam kembali sebuah generasi baru Yang luhur
Menghabiskan hayat dengan mengabdi dan merawat sang hijau yang baru
Dengan kemegahan, keagungan alam tercinta.
########################################################
Oleh
Christian Ponge
Puisi alam bermajas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar